Seorang anak remaja bertempat
tinggal di sebuah rumah sederhana bersama ibu dan satu orang adiknya. Menjalani
kehidupan sehari-hari tanpa seorang ayah sungguh berat dirasakannya. Dia adalah
Irfan, bocah berumur dua belas tahun yang masih duduk di kelas satu (kelas tujuh
pada jenjang sekolah menengah pertama). Ayahnya telah meninggal dunia satu
tahun yang lalu akibat penyakit jantung. Kini dia hanya memiliki seorang ibu
yang sangat tulus menyayanginya. Semenjak kepergian sang ayah, dia semakin berubah
baik itu sifat maupun perilakunya. Semula dia adalah anak yang rajin dan sangat
patuh terhadap perintah kedua orang tuanya. Namun layaknya anak yang haus akan
kasih sayang dari seorang ayah, terkadang dia pun bandel terhadap ibunya.
Suatu hari sepulang sekolah,
Irfan diminta ibunya untuk menjaga adiknya perempuan yang masih berusia lima
tahun. Sebab ibunya hendak pergi ke warung untuk membeli sayur. Irfan mengeluh
karena dia sudah punya janji untuk main bareng temannnya, sedangkan adiknya
tersebut rewel dan tidak mau diam. Ketika ibunya pulang ke rumah, dia langsung
mengadu betapa jengkel dan repotnya menjaga adiknya itu. Ibunya hanya merespon
dengan senyuman sembari berkata sabar kepada anak laki-lakinya tersebut. Minggu
adalah hari libur yang ditunggu-tunggu oleh Irfan. Sebab dia dapat
bermalas-malasan di tempat tidur dan menonton televisi seharian. Meskipun
malas, Irfan masih bersedia membantu ibunya untuk melakukan aktivitas yang
biasa ibunya lakukan. Dia bahkan bersedia ke pasar untuk membantu ibunya. Sang ibu
merasa senang namun juga merasa curiga mengapa anaknya begitu sigap dalam
melaksanakan perintahnya. Namun anggapan itu semua ditepis karena sang ibu
percaya dan yakin bahwa anaknya adalah anak yang baik dan selalu taat perintah
orang tua.
Esok paginya ketika Irfan
bangun dan bergegas mandi, langsung menuju ruang makan untuk sarapan sebelum
berangkat sekolah. Bukannya nasi yang ia lihat melainkan hanya sebuah piring
kosong tanpa lauk. Dia memanggil ibunya dengan nada teriak dan sedikit jengkel.
Rupanya sang ibu masih tertidur dilihatnya. Irfan pun meninggalkan kamar sang
ibu dan lekas pergi untuk bersiap ke sekolah. Sekitar pukul 8 pagi ibunya
terbangun dengan wajah yang pucat dan lesu yang pada saat itu merasakan
badannya menggigigil karena demam. Sang ibu menuju ke dapur untuk memasak guna
makan siang anaknya. Ketika hendak mengambil pisau, terdapat selembar kertas di
sampingnya. Beliau pun membaca tulisan tersebut.
Ternyata surat itu dari Irfan
yang bertuliskan “Ongkos upah membantu ibu” :
o
Membantu ke warung 20 ribu
o
Menjaga adik 25 ribu
o
Membuang sampah 10 ribu
o
Membersihkan tempat tidur 10 ribu
o
Menyiram bunga 10 ribu
o
Menyapu 15 ribu
o
Jumlah 90 ribu
Selesai membaca sang ibu pun
tersenyum lalu mengambil pena dan menulis di belakang kertas yang sama
tersebut. Kemudian meletakkan lembar kertas tersebut di atas meja dekat ranjang
ibu tidur. Pukul 12 siang Irfan pulang dan menuju ke ruang makan untuk makan
siang. Di rumahnya terlihat sepi hanya terdengar suara adiknya yang melihat
televisi di kamar. Irfan pun mencari kemana ibunya pergi, dan ditemukannya di
kamar yang masih tidur dengan berbalutkan selimut. Dia memegang tubuh ibunya
yang hangat. Dilihatnya kertas yang ia tulis tadi pagi dan membacanya. Rupanya kertas
tersebut berbalaskan :
·
Mengandung selama 9 bulan = gratis
·
Tidak tidur malam karena menjagamu = gratis
·
Air mata yang menetes karenamu = gratis
·
Khawatir memikirkan keadaanmu = gratis
·
Menyediakan makan dan minum = gratis
·
Menyiapakan keperluanmu = gratis
·
Jumlah keseluruhan nilai kasihku = gratis
Air mata Irfan pun berlinang
setelah membaca tulisan ibunya. Kemudian dia mengambil pena dan menulis di surat
yang ditulisnya “ LUNAS “. Lalu dia memeluk ibunya. Sang ibu yang terbangun dan
kembali memeluk anak kesayangannya tersebut tersenyum dan meneteskan air mata. Irfan
berkata “ aku sayang ibu, Irfan janji nggak akan mengecewakan ibu.. terima
kasih atas semua yang telah ibu berikan “. Ibu juga menjawab “ ibu juga sayang
kamu, jadilah anak yang berbakti kepada orang tua “.
Hubungan ibu dan anak tersebut
semakin harmonis. Irfan tidak pernah mengeluh lagi jika disuruh menjaga adiknya
maupun melakukan pekerjaan rumah. Itu semua dilakukannya semata-mata untuk meringankan
beban ibunya dan membalas budi.