Assalamu'alakum Wr. Wb.

Minggu, 21 Juni 2015

Kasih Ibu


Seorang anak remaja bertempat tinggal di sebuah rumah sederhana bersama ibu dan satu orang adiknya. Menjalani kehidupan sehari-hari tanpa seorang ayah sungguh berat dirasakannya. Dia adalah Irfan, bocah berumur dua belas tahun yang masih duduk di kelas satu (kelas tujuh pada jenjang sekolah menengah pertama). Ayahnya telah meninggal dunia satu tahun yang lalu akibat penyakit jantung. Kini dia hanya memiliki seorang ibu yang sangat tulus menyayanginya. Semenjak kepergian sang ayah, dia semakin berubah baik itu sifat maupun perilakunya. Semula dia adalah anak yang rajin dan sangat patuh terhadap perintah kedua orang tuanya. Namun layaknya anak yang haus akan kasih sayang dari seorang ayah, terkadang dia pun bandel terhadap ibunya.
Suatu hari sepulang sekolah, Irfan diminta ibunya untuk menjaga adiknya perempuan yang masih berusia lima tahun. Sebab ibunya hendak pergi ke warung untuk membeli sayur. Irfan mengeluh karena dia sudah punya janji untuk main bareng temannnya, sedangkan adiknya tersebut rewel dan tidak mau diam. Ketika ibunya pulang ke rumah, dia langsung mengadu betapa jengkel dan repotnya menjaga adiknya itu. Ibunya hanya merespon dengan senyuman sembari berkata sabar kepada anak laki-lakinya tersebut. Minggu adalah hari libur yang ditunggu-tunggu oleh Irfan. Sebab dia dapat bermalas-malasan di tempat tidur dan menonton televisi seharian. Meskipun malas, Irfan masih bersedia membantu ibunya untuk melakukan aktivitas yang biasa ibunya lakukan. Dia bahkan bersedia ke pasar untuk membantu ibunya. Sang ibu merasa senang namun juga merasa curiga mengapa anaknya begitu sigap dalam melaksanakan perintahnya. Namun anggapan itu semua ditepis karena sang ibu percaya dan yakin bahwa anaknya adalah anak yang baik dan selalu taat perintah orang tua.
Esok paginya ketika Irfan bangun dan bergegas mandi, langsung menuju ruang makan untuk sarapan sebelum berangkat sekolah. Bukannya nasi yang ia lihat melainkan hanya sebuah piring kosong tanpa lauk. Dia memanggil ibunya dengan nada teriak dan sedikit jengkel. Rupanya sang ibu masih tertidur dilihatnya. Irfan pun meninggalkan kamar sang ibu dan lekas pergi untuk bersiap ke sekolah. Sekitar pukul 8 pagi ibunya terbangun dengan wajah yang pucat dan lesu yang pada saat itu merasakan badannya menggigigil karena demam. Sang ibu menuju ke dapur untuk memasak guna makan siang anaknya. Ketika hendak mengambil pisau, terdapat selembar kertas di sampingnya. Beliau pun membaca tulisan tersebut.
Ternyata surat itu dari Irfan yang bertuliskan “Ongkos upah membantu ibu” :
o   Membantu ke warung 20 ribu
o   Menjaga adik 25 ribu
o   Membuang sampah 10 ribu
o   Membersihkan tempat tidur 10 ribu
o   Menyiram bunga 10 ribu
o   Menyapu 15 ribu
o   Jumlah 90 ribu
Selesai membaca sang ibu pun tersenyum lalu mengambil pena dan menulis di belakang kertas yang sama tersebut. Kemudian meletakkan lembar kertas tersebut di atas meja dekat ranjang ibu tidur. Pukul 12 siang Irfan pulang dan menuju ke ruang makan untuk makan siang. Di rumahnya terlihat sepi hanya terdengar suara adiknya yang melihat televisi di kamar. Irfan pun mencari kemana ibunya pergi, dan ditemukannya di kamar yang masih tidur dengan berbalutkan selimut. Dia memegang tubuh ibunya yang hangat. Dilihatnya kertas yang ia tulis tadi pagi dan membacanya. Rupanya kertas tersebut berbalaskan :
·         Mengandung selama 9 bulan = gratis
·         Tidak tidur malam karena menjagamu = gratis
·         Air mata yang menetes karenamu = gratis
·         Khawatir memikirkan keadaanmu = gratis
·         Menyediakan makan dan minum = gratis
·         Menyiapakan keperluanmu = gratis
·         Jumlah keseluruhan nilai kasihku = gratis
Air mata Irfan pun berlinang setelah membaca tulisan ibunya. Kemudian dia mengambil pena dan menulis di surat yang ditulisnya “ LUNAS “. Lalu dia memeluk ibunya. Sang ibu yang terbangun dan kembali memeluk anak kesayangannya tersebut tersenyum dan meneteskan air mata. Irfan berkata “ aku sayang ibu, Irfan janji nggak akan mengecewakan ibu.. terima kasih atas semua yang telah ibu berikan “. Ibu juga menjawab “ ibu juga sayang kamu, jadilah anak yang berbakti kepada orang tua “.
Hubungan ibu dan anak tersebut semakin harmonis. Irfan tidak pernah mengeluh lagi jika disuruh menjaga adiknya maupun melakukan pekerjaan rumah. Itu semua dilakukannya semata-mata untuk meringankan beban ibunya dan membalas budi.